Jumat, 23 Desember 2011

Kewaspadaan di rumah sakit

Kewaspadaan di rumah sakit


Kewaspadaan
            Kewaspadaan merupakan kombinasi segi-segi utama dari kewaspadaan universal (dirancang untuk mengurangi risiko penularan patogen melalui darah dari darah dan cairan tubuh) dan isolasi zat tubuh (dirancang untuk mengurangi risiko penularan penyakit dari zat tubuh yang lembab).
Kewaspadaan standar diterapkan untuk:
1.      Darah
2.      Seluruh cairan tubuh, sekresi dan eksresi, kecuali keringat, tidak tergantung apakah ada atau tidak kandungan darah yang terlihat;
3.      Kulit yang tidak utuh; dan
4.      Selaput lendir.
Kewaspadaan standar dimaksudkan untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dari kedua sumber dari infeksi di rumah sakit yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Dalam prinsip kewaspadaan standar, semua darah dan cairan tubuh harus dipertimbangkan secara potensial terinfeksi dengan penyakit menular-darah termasuk HIV dan hepatitis B dan C, tanpa terkait dengan status ataupun faktor-faktor risiko seseorang.
Kewaspadaan standar termasuk penggunaan:
·         Cuci tangan
·         Alat pelindung diri (sarung tangan, pakaian, masker, kapan saja menyentuh atau terpajan cairan tubuh pasien perlu diantisipasi);
·         Penempatan pasien
·         Praktek terhadap lingkungan (pembuangan limbah, tata rumah tangga, seprei/selimut yang kotor);
·         Penanganan dan pembuangan benda-benda tajam
·         Cara-cara kerja
·         Penanganan dan pengangkutan contoh (specimen)
·         Perawatan peralatan (pencucian, pengangkutan dan pelayanan).

Mengapa kewaspadaan standar menjadi penting?
            Terpajan darah dan cairan tubuh dapat menyebarkan infeksi seperti hepatitis B dan C, bakteri, virus dan HIV. Pajanan ini dapat terlihat dengan jelas (seperti ketika menggunakan spuit untuk menusuk kulit) atau tidak kentara (saat darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi kontak dengan lecet kecil pada perawat). Infeksi dapat ditularkan dari pasien ke pasien yang lain, dari pasien ke tenaga kesehatan atau dari tenaga kesehatan kepada pasiennya (meskipun hal ini jarang terjadi). Tidak mengikuti kewaspadaan standar dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penularan infeksi yang sebenarnya dapat dihindari.
Bagaimana kewaspadaan standar terjamin?
Sebelum tenaga kesehatan dapat mematuhi prosedur kewasapadaan standar, otoritas nasional dan lembaga pelayanan kesehatan harus menjamin bahwa semua pedoman dan kebijakan mereka cocok diterapkan di lokasi dan bahwa peralatan dan persediaannya mencukupi. Untuk memudahkan tenaga kesehatan mematuhi praktek pengendalian infeksi, kebijakan dan pedoman tingkat nasional dan lembaga pemerintah harus:
·         Memastikan bahwa stafnya telah dididik untuk memperlakukan semua zat/substansi tubuh sebagai bahan yang infeksius. Tenaga kesehatan harus dididik mengenai risiko pekerjaannya dan harus memahami kebutuhan menggunakan kewaspadaan standar bagi semua orang, di setiap waktu, tanpa memandang diagnosisnya. Pendidikan selama pelayanan secara reguler harus disediakan bagi semua tenaga medis maupun nonmedis di lingkungan perawatan kesehatan. Sebagai tambahan, pendidikan pra-pelayanan untuk semua tenaga kesehatan harus juga mengagendakan aspek kewaspadaan standar.
·         Memastikan bahwa tersedia para staf, pasokan dan sarana yang memadai.     Sementara pendidikan bagi tenaga kesehatan adalah esensial, hal itu tidak cukup untuk menjamin bahwa kewaspadaaan standar telah diperhatikan dengan baik. Untuk mencegah bahaya dan infeksi kepada pasien dan karyawan, sarana kesehatan harus menyediakan bahan-bahan yang diperlukan perawatan klinis. Sebagai contoh, pasokan yang steril dan bersih, harus tersedia dengan cukup, walau di lingkungan dengan sumber daya yang terbatas.
·         Penggunaan peralatan injeksi sekali pakai, yang langsung dibuang harus tersedia dalam jumlah yang cukup bagi setiap obat-obat injeksi yang ada dalam persediaan. Air, sarung tangan, bahan-bahan pencuci, alat-alat untuk disinfeski dan sterilisasi termasuk alatalat untuk memantau dan mengawasi proses ulang yang harus dilakukan. Persediaan air yang cukup dan mudah didapat adalah kunci bagi upaya pencegahan infeksi yang berkaitan dengan tempat pelayanan kesehatan. (Walaupun air mengalir tidak tersedia di semua tempat, tetapi semua cara untuk mendapatkan air yang cukup harus terjamin). Alat-alat untuk pembuagan yang aman bagi limbah medis dan laboratorium, dan tinja harus tersedia.
·         Mengadopsi standar-standar lokal yang cocok untuk menjamin keselamatan pasien dan karyawan, merupakan upaya yang berdasarkan bukti dan efektif. Penggunaan yang tepat dari persediaan, kebutuhan pendidikan dan pengawasan staf, harus digambarkan dengan jelas dalam kebijakan dan pedoman lembaga. Lebih lanjut, kebijakan dan pedoman harus didukung oleh ketersediaan pasokan dan standar untuk memantau dan mengawasi upaya yang telah ditetapkan.
·         (Pengawasan reguler pada lingkungan perawatan kesehatan dapat membantu menghambat atau mengurangi risiko bahaya yang berhubungan dengan perawatan kesehatan di tempat kerja). Jika terjadi cedera atau kontaminasi yang mengakibatkan terpajan dengan bahan yang telah terinfeksi HIV, konseling, pengobatan, tindak lanjut dan perawatan pasca pajanan, harus tersedia.
·         Mencari upaya untuk mengurangi prosedur-prosedur yang tidak diperlukan. Sarana kesehatan harus menentukan kapan prosedur berisiko telah terlihat, dan tenaga kesehatan butuh untuk dilatih untuk menjalankan prosedur yang hanya dilakukan saat benar-benar diperlukan. Sebagai contoh, pekerja harus menghindari transfusi darah saat tidak diperlukan dan harus mengganti dengan prosedur yang lebih aman jika memungkinkan (seperti penggunaan larutan pengganti). Injeksi yang tidak perlu harus juga dihilangkan. Bilamana pengobatan dibutuhkan, pedoman harus merekomendasikan penggunaan obat oral bila sesuai. Kepatuhan terhadap pedoman ini tetap harus dipantau.
·         Membentuk suatu kelompok multidisiplin untuk menilai dan mengagendakan penggunaan kewaspadaan standar. Sebuah kelompok multidisiplin harus disusun untuk menyampaikan masalah pencegahan, menilai cara dan sumber daya yang ada sekarang untuk pencegahan, membangun sistem surveilen untuk mendeteksi pasien dan tenaga kesehatan dari akuisisi infeksi, membangun kebijakan dan prosedur, mendidk personil dan memantau kepatuhan.
·         Menciptakan tuntutan konsumen terhadap praktek perawatan kesehatan yang lebih aman. Tuntutan untuk prosedur kerja yang aman, seperti penggunaan peralatan injeksi yang baru, langsung dibuang, sekali pakai dan pengobatan oral, dapat membantu memepercepat pelembagaan kewaspadaan standar.
            Sumber daya manusia, infrastuktur dan pasokan yang dibutuhkan
Sebagai tambahan bagi pedoman institusional dalam pengendalian infeksi, persediaan dan sarana yang dijelaskan diatas harus tersedia: tempat mencuci tangan, penigkatan persediaan air, peningkatan sistem ventilasi, sarana sterilisasi, persediaan pencucian, obat-obat oral, jarum dan spuit steril sekali pakai, wadah benda tajam, desinfektan, kapasitas leboratorium, peralatan dan reagen laboratorium, dan obat anti-retroviral. Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan mungkin membutuhkan konstruksi khusus, seperti inienerator dan pilihan lain dari insinerator.
            Mengangkat seorang spesialis pengendalian infeksi atau seorang staf administratif untuk mengurangi angka infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan akan sangat menguntungkan. Upaya-upaya pencegahan infeksi harus menjadi bagian dari pelatihan tenaga kesehatan tersebut, yang harus diawasi secara rutin dalam pekerjaannya. Usaha-usaha khusus harus dibuat untuk memantau dan mengurangi prosedur invasif yang tidak diperlukan. Sebagai tambahan, asosiasi profesi, termasuk asosiasi perawat nasional dan asosiasi kedokteran nasional, harus bersatu dalam melindungi tenaga kesehatan dan mendukung prinsip “kerjakan sejak pertama tanpa membahayakan”.
Apakah itu infeksi nosokomial?
‘Infeksi nosokomial’ adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit! Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
Rantai penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.
Rantai penularan infeksi 
nosokomial
Sejarah pengendalian infeksi di rumah sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Teknik isolasi
Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh kategori isolasi berdasarkan sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll.). Kewaspadaan khusus (sarung tangan dsb.) dengan tingkat yang ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.
Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa tantangan:
·         Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes harus dilakukan, dan semakin banyak pasien harus diisolasi
·         Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien pulang
·         Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi
·         Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites untuk menenkankan biaya
·         Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada
·         Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan untuk pasien dan petugas layanan kesehatan
·         Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling untuk HIV) – apa yang dilakukan bila pasien tidak menyetujui tes?
·         Sangat sulit menjaga kerahasiaan
Dasar pemikiran kewaspadaan universal
Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagi pula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan). Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien. Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung banyak kuman lain:
Nanah, cairan ketuban, cairan limfa, kskreta: air seni, tinja, dll...
Kegiatan yang paling berisiko
Jelas ada beberapa kegiatan yang umum dilakukan oleh petugas layanan kesehatan yang menimbulkan risiko, termasuk:
·         Suntikan/ambil darah
·         Tindakan bedah
·         Tindakan kedokteran gigi
·         Persalinan
·         Bersihkan darah/cairan lain
  Sebaliknya ada beberapa perilaku yang salah, yang menempatkan petugas layanan kesehatan atau pasien dalam keadaan berisiko, termasuk:
·         Tutup jarum suntik kembali
·         Salah letak jarum atau pisau/alat tajam
·         Sentuh pasien tanpa cuci tangan
Unsur kewaspadaan universal yang berikut melindungi terhadap tindakan ini:
·         Alat pelindung Cuci tangan
·         Pakai alat pelindung yang sesuai
·         Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk membuang jarum suntik dan semprit)
·         Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi
·         Pengelolaan limbah
Alat pelindung kewaspadaan 
universalUnsur kedua kewasapadaan universal adalah penggunaan alat pelindung yang sesuai tindakan. Alat yang dibutuhkan dapat hanya sarung tangan (mis. untuk ambil darah) hingga semua alat ini yang dibutuhkan oleh seorang bidan waktu membantu kelahiran. Namun perawat yang hanya menyentuh pasien tidak membutuhkan sarung tangan – yang penting cuci tangan sebelum dan sesudahnya.
·         Sarung tangan
·         Celemek
·         Masker – pelindung muka
·         Kacamata
·         Pelindung kaki
Perawatan di rumah
Kewaspadaan universal tidak hanya dibutuhkan dalam sarana kesehatan resmi, tetapi juga terkait perawatan di rumah. Sekali lagi, tujuan utama adalah untuk melindungi Odha dan keluarga/tim perawatan dari berbagai infeksi, bukan hanya HIV – justru risiko penularan HIV pada keluarga di rumah sangat amat rendah. Jadi kita harus menganggap sebagian besar cairan tubuh sebagai sumber infeksi.
Prosedur kewaspadaan universal untuk perawatan di rumah serupa dengan di rumah sakit, hanya mungkin lebih sederhana. Bila tidak ada sarung tangan, secara darurat kita dapat memakai kantong plastik yang utuh. Yang penting kita menutup semua luka pada kulit dengan plester luka. Mungkin yang paling penting adalah untuk menjaga kebersihan di rumah. Cucian biasanya tidak membutuhkan perhatian khusus asal tidak tercermar cairan; bila tercemar lebih baik dicuci dengan pemutih dulu (larutan klorin 0,5%) dengan memakai sarung tangan, kemudian dapat dicuci dengan sabun seperti biasa.










DAFTAR PUSTAKA



Freeman Mason W, Junge Christine. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta : BIP, 2008.

.Razak RA. Artikel MPOC. Kolesterol Berlebihan Risiko Sakit

Anonymous. Atasi Stroke dengan Cabai. 2008 Oct. (cited 2009 feb 9).
.
Murray Robert K, Granner Daryl K, Mayes Peter A, Rodwell Victor W. Bani Anna P,

Sikumbang Tiara M. N, editor. Biokimia Harper. 25th ed. Jakarta : EGC. 2003.

Japardi Iskandar. Patomekanisme stroke infark aterotrombotik. 2002 (cited 2009)

STRONGYLOIDES STERCORALIS

STRONGYLOIDES STERCORALIS

Latar belakang
Strongyloidiasis stercoralis adalah infeksi cacing Strongyloides stercoralis (Strongyloides  stercoralis). Strongyloides stercoralis adalah cacing yang hidup daerah hangat, daerah lembab. Cacing masuk ke dalam tubuh ketika seseorang menyentuh tanah yang terkontaminasi cacing.
Cacing kecil hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Cacing gelang muda dapat bergerak melalui kulit seseorang dan masuk ke dalam aliran darah ke paru-paru dan saluran udara. Ketika cacing bertambah tua, mereka mengubur diri dalam dinding usus. Kemudian, mereka menghasilkan telur dalam usus. Daerah di mana cacing masuk melalui kulit dapat menjadi merah dan menyakitkan.
Strongyloidiasis stercoralis merupakan hospes utama cacing ini, parasit ini dapat mengakibatkan penyakit strongilodiasis. Distribusi Geografik Terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin jarang ditemukan. Morfologi Dan Daur Hidup Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di virus duodenum, bentuknya filform, halus, tidak berwarna, dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cara berkembang-biaknya dengan partenogenesis, telur bentuk parasitik diletakkan dimukosa usus kemudian telur menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus dan dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup : Siklus langsung Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakhea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga parasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru atau larva rabditiform tadi dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi jika keadaan lingkungan sekita optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.
Cacing betina yang hidup sebagai parasit, dengan ukuran  2,20 x 0,04 mm, adalah seekor nematoda filariform yang kecil, tak berwarna, semi transparan dengan kutikulum yang bergaris halus. Cacing ini mempunyai ruang mulut dan oesophagus panjang, langsing dan silindris. Sepanjang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis, jenih dan bersegmen. Cacing betina yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang hidup sebagai parasit, menyerupai seekor nematoda rabditoid khas yang hidup bebas dan mempunyai sepasang alat reproduksi. Cacing jantan yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang betina dan
Telur 
Telur dari bentuk parasitik, sebesar  54 x 32 mikron berbentuk bulat oval dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing tambang, biasanya diletakkan dalam mukosa usus, telur itu menetas menjadi larva rabditiform yang menembus sel epitel kelenjar dan masuk kedalam lumen usus serta keluar bersama tinja. Telur jarang ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah  diberi pencahar yang kuat.
Siklus hidup
Parasit ini mempunyai 3 macam siklus :
1.      Siklus langsung
Sesudah 2 – 3 hari di tanah, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform, bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh dan masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru, dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring reflek  batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai diusus halus bagian atas dan menjadi dewasa.
2.      Siklus tidak langsung
Larva rabditiform berubah  menjadi cacing jantan dan betina bentuk bebas, sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform, larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menhasilkan larva filariform yang infektif dan masuk kedalam hospes. 
3.      Auto infeksi 
Larva rabditiform menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal) bila larva filariform  menembus mukosa atau kulit perianal, mengalami suatu lingkaran perkembangan di dalam hospes. Auto infeksi menerangkan adanya Strongyloidiasis yang persisten, mungkin selama 36 tahun, di dalam penderita yang hidup di derah non endemik.
Identifikasi
Adalah infeksi cacing, umumnya tanpa gejala yang menyerang duodenum dan bagian atas jejunum. Gejala klinis yang muncul antara lain timbulnya dermatitis ringan pada saat larva cacing masuk ke dalam kulit pada awal infeksi. Gejala lain yaitu batuk, ronki, kadang-kadang pneumonitis jika larva masuk ke paru-paru; atau muncul gejala-gejala abdomen yang disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada mukosa usus. Gejala infeksi kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa ringan dan bisa juga berat.
Penyebab:
Penyebaran infeksi strongyloides seiring dengan infeksi cacing tambang, tetapi frekuensinya lebih rendah di daerah dengan iklim sedang. Infeksi terutama terdapat di daerah tropik dan sub tropik, dimana panas, kelembaban dan tidak adanya sanitasi menguntungkan lingkaran  hidupnya yang bebas. Di Amerika Serikat hal ini terjadi di bagian selatan, di daerah luar kota.
Nematoda tersebut (gelang) strongyloides stercoralis,. strongyloides lainnya termasuk s, fülleborni, yang menginfeksi simpanse dan babun dan dapat menghasilkan infeksi terbatas pada manusia. kehidupan siklus: siklus hidup strongyloides stercoralis strongyloides siklus hidup lebih kompleks dibandingkan dengan nematoda yang paling dengan alternasi yang antara siklus hidup bebas dan parasit, dan potensinya untuk autoinfection dan multiplikasi dalam host. dua jenis ada siklus: siklus hidup bebas: larva rhabditiform lewat di bangku (lihat siklus parasit di bawah) dapat ganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif filariform (pengembangan langsung) atau empat kali ganti kulit dan menjadi hidup bebas laki-laki dewasa dan perempuan yang mate dan memproduksi telur yang menetas larva rhabditiform. yang terakhir pada gilirannya dapat berkembang menjadi generasi baru dari orang dewasa yang hidup bebas (yang diwakili dalam), atau menjadi larva infektif filariform. filariform larva menembus kulit manusia tuan rumah untuk memulai siklus parasit (lihat di bawah). siklus parasit: larva filariform dalam tanah yang terkontaminasi menembus kulit manusia, dan diangkut ke paru-paru mereka menembus ruang alveolar, mereka dibawa melalui pohon bronkial ke kerongkongan.
Gejala
Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati seperti gejala ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea, berat badan turun, lemah dan konstipasi. Timbulnya dermatitis yang sangat gatal karena gerakan larva menyebar dari arah dubur; dapat juga timbul peninggian kulit yang stationer yang hilang dalam 1-2 hari atau ruam yang menjalar dengan kecepatan beberapa sentimeter per jam pada tubuh. Walaupun jarang terjadi, autoinfeksi dengan beban jumlah cacing yang meningkat terutama pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat menyebabkan terjadinya strongyloidiasis diseminata, terjadi penurunan berat badan yang drastic, timbul kelainan pada paru-paru dan berakhir dengan kematian. Pada keadaan seperti ini sering terjadi sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif.  Pada stadium kronis dan pada penderita infeksi berulang serta pada penderita infeksi human T-cell lymphotrophic virus (HTLV-1) ditemukan eosinofilin ringan (10%-25%). Eosinofilia ringan juga dijumpai pada penderita yang mendapatkan kemterapi kanker, sedangkan pada strongyloidiasis disseminata jumlah sel eosinofil mungkin normal atau menurun.
Cara-cara Penularan
Larva infektif (filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di bawah paru-paru. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa. Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di tempat ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform  ini dapat berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah. Cacing dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif rhabditiform  yang kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi larva infektif filariform.Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform dapat langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang menyebabkan auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahuntahun.
Masa Inkubasi
Waktu yang diperlukan mulai saat larva infektif filariform menembus kulit sampai ditemukan larva non infektif rhabiditform dalam tinja penderita adalah 2-4 minggu. Sedangkan waktu dari masuknya larva infeksi sampai timbul gejala tidak pasti, bervariasi dari orang ke orang.
Masa penularan:
Selama cacing dewasa ada dalam usus dan dapat berlangsung hingga 35 tahun jika terjadi autoinfeksi.
Kerentanan dan kekebalan
Setiap orang rentan terhadap penularan cacing ini. Imunitas setelah infeksi cacing tidak terbentuk dalam tubuh manusia, imunitas hanya terbentuk pada percobaan laboratorium. Penderita AIDS dan penderita tumor ganas atau mereka yang mendapatkan pengobatan yang menekan sistem kekebalan tubuh dapat rentan terhadap infeksi cacing ini.
Cara-cara pemberantasan
1.     Tindakan pencegahan
ü  Buanglah tinja di jamban yang saniter.
ü  Lakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Gunakan alas kaki di daerah endemis.
ü  Sebelum memberikan terapi imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa orang tersebut tidak menderita strongyloidiasis.
ü  Periksa semua najing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia, obati binatang yang terinfeksi cacing ini.
2.      Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
ü  Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: Penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 5 (lihat tentang laporan penyakit menular).
ü  Isolasi: Tidak ada.
ü  Tindakan disinfeksi: Membuang feces secara saniter.
ü  Karantina: Tidak ada.
ü  Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Terhadap anggota keluarga penderita dan penghuni asrama dimana ada penderita dilakukan pemeriksaan Kalau-kalau ada yang terinfeksi.
ü  Pengobatan spesifik: Karena adanya potensi untuk autoinfeksi dan penularan kepada orang lain, semua penderita tanpa melihat jumlah cacing yang dikandungnya harus dilakukan pengobatan dengan ivermectin (Mectizan®), Thiabendazole (Mintezol®) atau albendazole (Zentel®). Perlu diberikan pengobatan ulang.
Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya larva pada daerah perianal yang diperiksa dengan metoda graham scoth.


Diagnosa lain
Dibuat dengan menemukan larva cacing pada spesimen tinja segar atau dengan metode pelat agar, pada aspirat duodenum atau kadang-kadang larva ditemukan pada sputum. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa lin. Tinja yang disimpan dalam suhu kamar 24 jam atau lebih, ditemukan parasit yang berkembang dalam berbagai stadium, larva stadium rhabditiform (non infeksius), larva filaform (infektif). Larva filaform ini harus dibedakan dengan larva cacing tambang dan dengan cacing dewasa. Diagnosa dapat juga ditegakkan  dengan pemeriksaan serologis seperti EIA, dengan menggunakan antigen berbagai stadium, biasanya memberikan hasil positif sekitar 80%-85%.
Perawatan
            Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan cacing dengan obat anti cacing seperti ivermectin. Dalam beberapa kasus, misalnya di dalam orang-orang yang akan mengambil obat imunosupresif, orang-orang tanpa gejala yang diobatin


DAFTAR PUSTAKA

Gandasuda, Srisasi 2006. Parasit Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F.Ganong,William.2003.Medical Physiologi.Medical publishing division
Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders