BAB
I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum RSU Lasinrang Pinrang
Rumah
Sakit Umum Lasinrang Pinrang merupakan pelayanan kesehatan yang di bangun pada
awal tahun 1960 yang terletak di jalan lasinrang No. 26 Pinrang. Perubahan
status kelas C berdasarkan SK menteri Kesehatan RI Nomor: 543/Menkes/SK/VI/1996
sejalan dengan meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan sedangkan sarana dan
prasarana sudah tidak memungkinkan untuk di kembangkan maka pada tanggal 1
Agustus 1996 mulai dilaksanakan pembangunan dilokasi baru dengan peletakan baru
pertama oleh bupati pinrang H.A. Firdaus Amirullah.
Rumah
Sakit Umum Lasinrang Pinrang yang baru menempati luas tanah ± 3 Ha. Yang
terletak di jalan macan No. 22 di Kelurahan Macorawalie Kecamatan Watang
Sawitto. Pembangunan rumah sakit dilaksanakan secara bertahap tahun 2001-2004
pembangunan rumah sakit sangat pesat berkat dukungan pemerintah daerah dalam
hal ini Drs. H. A. Nawir MP, selaku bupati Pinrang yang mempunyai perhatian
besar terhadap pelayanan kesehatan khususnya di RSU Lasinrang Pinrang.
Peresmian secara simbolis bersama kantor Bupati Pinrang oleh bapak Gubernur H.
Z. B. Palaguna yang mana operasionalnya mulai tanggal 1 Agustus 2002.
Rumah
Sakit Umum Lasinrang Pinrang menempati bangunan ± 7.463.125 m2 dengan
fasilitas peralatan sudah lebih dari cukup.
Rumah
Sakit Umum L:asinrang Pinrang telah mendapat pengakuan (terakreditasi) dari
pusat dengan 5 Pokja yaitu pelayanan, administrasi, perawatan, Unit Gawat
Darurat dan Rekam Medis. Dengan nilai yang di peroleh adalah sangat memuaskan.
Dalam
hal pelayanan rujukan kesehatan, rumah sakit umum Lasinrang Pinrang melayani
rujukan dari 14 Puskesmas yang ada di Kabupaten Pinrang, 2 rumah sakit swasta
dalam wilayah Kabupaten Pinrang, serta RSU Lasinrang juga menerima rujukan dari
luar kabupaten Pinrang.
Rumah
Sakit Umum Lasinrang Pinrang adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten Pinrang yang secara teknis fungsional bertanggung jawab kepada kepala
dinas kesehatan dan teknis operasional bertanggung jawab kepada kepala daerah
yang mempunai tugas pokok melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi terpadu dalam rangka pelaksaan peningkatan pelayanan
kesehatan serta pencegahan penyakit dan melakukan upaya rujukan di wilayah
kabupaten Pinrang.
Kepemimpinan
direktur RSU Lasinrang sejak tahun 1961 dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Periode
tahun 1961-1965 : P.S. TARUK ALLO
2. Periode
tahun 1965-1971 : Dr. SUTANTYO
3. Periode
tahun 1971-1975 : Dr. HABAR GARU
4. Periode
tahun 1975-1979 : Dr. NASARUDDIN
RITONGA
5. Periode
tahun 1979-1984 : Dr. MURSAD ABDI
6. Periode
tahun 1984-1989 : Dr. F. C. S.
SOPACUA
7. Periode
tahun 1989-1993 : Dr. DWI DJOKO
PURNOMO, MPH
8. Periode
tahun 1993-1999 : Dr. ABDUL RAUF
BAJA
9. Periode
tahun 1999-2001 : Dr. DALLE
MAKKARAKA
10. Periode
tahun 2001-2008 : Dr.H. MAKBUL
TAPA, MARS
11. Periode
tahun 2008-sekarang : Drg. Hj. SITTI
HASNAH SYAM, MARS
B. Struktur Rumah Sakit
Struktur
organisasi rumah sakit umum Lasinrang Pinrang di bentuk berdasarkan PERDA No.
18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Umah Sakit Umum Lasinrang
Kabupaten Pinrang.
C. Uraian Struktur RSU Lasinrang
Pinrang
Uraian
struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Lasinrang Pinrang Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor. 41 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Direktur
RSU Lasinrang : Drg.
Hj. Siti Hasnah Syam, MARS
2. Sekretaris :
H. Salman, SKM
v Ka.
Sub. Bag. Kepegawaian :
Hairul, S.Sos
v Ka.
Sub. Bag. Perlengkapan :
Andarias Tasarane, S.Sos
v Ka.
Sub. Bag. Keuangan :
Haruna, S.kep, M.Kes
3. Ka.
Bid. Perencanaan & Pengembangan: Dr. Syamsir Usman, MARS
v Sub.
Bidang Program & Informasi :
Mahyuddin, SKM
v Sub.
Bid. Pengembangan SDM & : Muh.
Assidiq, SKM, M.Kes
Remunerasi
4. Ka.
Bid. Pelayanan Medis :
Dr. H. Rifai Umar, MARS
v Sub.
Bid. Pelayanan Medis : Hj.
Zam zam, SKM
v Sub.
Bid. Penunjang Medik & :
Sukarta, SKM, M.Kes
Non Medik
5. Ka.
Bid. Keperawatan :
Sunarsih, S.Kep. NS
v Sub.
Bid. Bimbingan Asuhan : Andi, Saridah,
Amd Keperawatan
v Sub.
Bid. Logistik & SDM : Sahidah, SKM Keperawatan
D. Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit
Upaya
Rumah sakit umum lasinrang untuk meningkatkan mutu pelayanan ialah dengan
melakukan peningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit. Sejak pindah ke lokasi
yang baru pada bulan Agustus Tahun 2002 memiliki kemajuan dalam peningkatkan
sarana dan prasarana, baik dalam hal desain bangunan, jumlah bangunan dan
pengadaan alat-alat kedokteran yang canggih, serta penunjang lainnya baik
bersifat medis maupun non medis.
SARANA
FISIK RSU LASINRANG PER DESEMBER 2011
URAIAN
|
KETERANGAN
|
Luas
tanah
Sarana
air bersih
Listrik
Pengelolaan
limbah padat
Pengelolaan
limbah cair
Kendaraan
Roda 4
·
1 untuk jenazah
·
3 untuk pasien
·
6 operasional
Telepon
Komputer
Bangunan dengan luas
Yang terdiri dari:
1. Kantor
dan apotik
2. Mushollah
3. Instalasi
gawat darurat
4. Poliklinik
spesialis
5. Laboratorium
6. Radiologi
7. Perawatan
bedah/mata (melati)
8. Perawatan
anak (mawar)
9. Perawatan
obgyn (Asoka)
10. Kamar
bersalin
11. Perawatan
interna I (cempaka I)
12. Perawatan
interna II (cempaka II)
13. Perawatan
VIP (anggrek)
14. Perawatan
VIP Room
15. Intensif
care Unit
16. Rekam
medis/ fisioterapi
17. Asrama
petugas putri
18. Asrama
petugas putra
19. Gedung
garasi
20. Rumah
dinas
21. Rumah
dokter
22. Dapur
23. Loundry
24. Gudang
25. MCK
26. Selasar
27. Kamar
Mayat
28. Kantin
29. Ruang
Tunggu Pasien
|
30.006
M2
PDAM
dan sumur bor
PLN
& genzet
Incenerator
1
Unit
10
Unit
2
saluran
Unit
7.463.125
M2
640 M2
70 M2
330
M2
324
M2
250
M2
300
M2
577,5
M2
420
M2
172,5
M2
172,5
M2
378 M2
325
M2
271,875
M2
231
M2
168
M2
245
M2
192
M2
124
M2
75
M2
70
M2
70 M2
195
M2
155
M2
40
M2
45
M2
1371.75 M2
40
M2
120
M2
90
M2
|
E. Sumber daya Manusia
Sumber
daya manusia merupakan sesuatu yang sangat vital bagi organisasi rumah sakit.
Sumber daya di katakan baik bila memiliki kualitas, kuantitas dan komitmen
sejalan dengan tujuan dan fungsirumah sakit. Rumah sakit umum lasinrang
memiliki sumber daya manusia yang dapat dibagia atas tenaga medis, paramedis
perawatan, paramedis non perawatan dan
tenaga non medis. Kondisi sumber daya rumas sakit umum lasinrang, dapat kita
lihat sesuai dengan tabel dibawah ini.
F. Pernyataan Visi Dan Misi
Mekanisme
penyusunan visi dan misi dimulai dengan penyerapan nilai, harapan dan cita-cita
Stakeholder. Pengumpulan dan penjaringan aspirasi dilakukan dengan metode fokus
grup diskusion baik secara internal rumah sakit maupun dengan pihak eksternal
RS. Sehingga hasil rumusan menjadi suatu perumusan yang berlandaskan ilmiah dan
terukur.
1.
Visi
RSU Lasinrang
Visi merupakan
pandangan jauh kedepan, kemana dan bagaimana instansi pemerintah harus di bawa
dan berkarya agar konsiten dan dapat eksis, antisipatif, inovatif serta
produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra
yang ingin diwujudkan oleh instansi
pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut, Visi Rumah Sakit Umum
Lasinrang Pinrang sebagai berikut:
“Terkemuka Dalam Kwalitas Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Di Sulawesi Selatan”
Proses penetapan visi ini dilandasi oleh berbagai
alasan yang sesuai dengan kebutuhan kondisi dari lingkungan eksternal dan
internal, diantaranya mengandung makna, bahwa untuk menjadikan rumah sakit umum
lasinrang terkemuka dan pelayanan yang berkualitas di sulawesi Selatan.
2.
Misi
RSU Lasinrang
Rumusan misi
rumah sakit umum lasinrang berpedoman dengan alat ukur yaitu dengan
berlandaskan 4 aspek pokok dari penelitian Balance Scord Card, yakni dengan
melihat faktor:
a. Pertumbuhan
dan pembelajaran
b. Proses
bisnis internal
c. Kepuasan
pelanggan
d. Pertumbuhan
pendapatan
Berdasarkan ke 4 hal ini di atas maka misi RSU
Lasinrang dapat di rumuskan sebagai berikut:
a. Melaksanakan
pelayanan prima sesuai kebutuhan pelanggan dan standar pelayanan kesehatan
b. meninggkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan berkelanjutan
c. melaksanakan
proses kegiatan secara efektif dan efisien yang di dukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai.
3.
Motto
RSU Lasinrang
“Kepuasaan Anda Adalah Kebahagiaan Kami”
4.
Nilai
RSU Lasinrang
“ Bekerja Keras, Jujur, Profesional, Team Work”
G. Jenis Pelayanan
Sesuai dengan fungsinya
sebagai rumah sakit kelas C dan pusat rujukan penanganan spesialistik dalam
wilayah kabupaten pinrang dan sekitarnya maka rumah sakit umum lasinrang dengan
kemampuan sarana dan prasarana serta dukungan sumber daya manusia yang dimiliki
memberikan pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayananan
Rawat Jalan, terdiri dari:
a. Poliklinik
penyakit dalam
b. Poliklinik
penyakit anak
c. Poliklinik
kebidanan dan kandungan
d. Poliklinik
bedah umum
e. Poliklinik
penyakit mata
f. Poliklinik
gigi dan mulut
g. Poliklinik
umum
h. Poliklinik
gizi
i. Poliklinik
infeksi paru
j. Poliklinik
THT
k. Poliklinik
HIV/AIDS
2. Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU)
3. Pelayanan
Gawat Darurat : Yang
di dukung dengan dokter jaga 24 jam.
4. Pelayanan
Kamar Jenazah
5. Pelayanan
Rawat Inap, yang terdiri dari:
a. Rawat
inap interna
b. Rawat
inap bedah
c. Rawat
inap mata
d. Rawat
inap anak
e. Rawat
inap obstetri dan ginekologi
f. Intensive
Care Unit
g. VIP
& VIP room
h. Perinatologi
6. Pelayanan
Kamar Operasi (OKB)
a. Bedah
umum
b. Kebidanan
dan perinatologi
c. mata
7. Pelayanan
Penunjang Medis
a. Pelayanan
laboratorium
b. Pelayanan
radiologi
c. Pelayanan
fisiterapi
d. Pelayanan
farmasi
e. Pelayanan
gizi
f. Pelayanan
ambulance/ mobil jenazah
8. Pelayanan
Adminstrasi Dan Keuangan
a. Pendaftaran
pasien rawat inap
b. Loket
pembayaran
H. 10
kasus penyakit terbesar
1. Tahun
2011
a. Kasus
terbesar Rawat inap
No
|
Nama
penyakit
|
Jumlah
|
1.
|
Diare
|
760
|
2.
|
Dispepsia
|
469
|
3.
|
Trauma
capitis
|
449
|
4.
|
Hipertensi
|
390
|
5.
|
Asfiksia
neonatorium
|
344
|
6.
|
KP
|
189
|
7.
|
Katarak
senile
|
167
|
8.
|
CVD
|
166
|
9.
|
Gastritis
|
153
|
10.
|
Abortus
|
119
|
b.
Kasus terbesar rawat jalan
No.
|
Nama
penyakit
|
Jumlah
|
1.
|
High
pulpa
|
988
|
2.
|
Pulpitis
|
513
|
3.
|
Katarak
senile
|
444
|
4.
|
Presbyopia
|
345
|
5.
|
Hipertensi
|
358
|
6.
|
Tumor
jaringan lunak
|
329
|
7.
|
Dispepsia
|
277
|
8.
|
Osteoarthritis
|
210
|
9.
|
Cerumen
obstruran
|
208
|
10.
|
Penyakit
gondok non toksik lainnya
|
174
|
2.Tahun 2012
a. Kasus
terbesar rawat inap
No.
|
Nama
penyakit
|
Jumlah
|
1.
|
Diare
|
789
|
2.
|
Trauma
capitis
|
510
|
3.
|
Hipertensi
|
474
|
4.
|
Asfiksia
neonatorium
|
303
|
5.
|
Katarak
senile
|
190
|
6.
|
KP
|
183
|
7.
|
Pneumonia
|
146
|
8.
|
CVD
|
138
|
9.
|
Abortus
|
133
|
10.
|
Gastritis
|
132
|
b. Kasus
terbesar rawat jalan
No.
|
Nama
penyakit
|
Jumlah
|
1.
|
Pulpitis
|
1050
|
2.
|
High
pulpa
|
1028
|
3.
|
Katarak
senile
|
696
|
4.
|
Diabetes
melitus
|
685
|
5.
|
Hipertensi
|
605
|
6.
|
Presbyopia
|
547
|
7.
|
Tumor
jaringan lunak
|
532
|
8.
|
Dispepsia
|
484
|
9.
|
KP
|
390
|
10.
|
Otitis
media
|
353
|
I. Kasus Terbanyak Kematian
1. Tahun 2011
No.
|
Nama
penyakit
|
Jumlah
|
1.
|
CVD
|
28
|
2.
|
Prematuritas
|
28
|
3.
|
Kegagalan
fungsi jantung
|
11
|
4.
|
KP
|
10
|
5.
|
Trauma
capitis
|
10
|
6.
|
CHF
|
10
|
7.
|
Kegagalan
sirkulasi
|
9
|
8.
|
PPOK
|
9
|
9.
|
Asfiksia
neonatorium
|
9
|
10.
|
Sepsis
neonatorium
|
9
|
2.Tahun 2012
No.
|
Nama
penyakit
|
Jumlah
|
1.
|
Prematuritas
|
28
|
2.
|
CVD
|
23
|
3.
|
Trauma
capitis
|
17
|
4.
|
Penyakit
paru obstruktif
|
16
|
5.
|
KP
|
12
|
6.
|
Anemia
|
12
|
7.
|
Sindrom
aspirasi mekonium
|
12
|
8.
|
Infark
miokard akut
|
10
|
9.
|
Hemoragik
stroke
|
10
|
10.
|
Hipertensi
|
9
|
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A. KONSEP DASAR
PENYAKIT
1.
Definisi/Pengertian
Diabetes Melitus adalah sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner and Suddart, 2002).
Diabetes Melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 2001).
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
2.
Anatomi
dan fisiologi
Menurut
Syaifuddin, (1997 : 84) dan Rumahorbo, H, (1999 : 14) pancreas merupakan organ
yang panjang dan ramping. Letaknya retroperitoneal pada abdomen bagian kuadran
kiri atas, dan terbentang secara horizontal dari cincin duodenum sampai ke
limpa pada vertebra lumbalis I dan II dibelakang lambung. Strukturnya mirip
dengan kelenjar ludah yang panjangnya kira-kira 10-20 cm, lebar 2,5-5 cm,
dengan berat rata-rata 60-90 gram, dan dibagi dalam 3 segmen utama yaitu kaput,
korpus dan kauda.
a. Kaput
/ kepala pankreas, merupakan bagian yang lebar dari pancreas, terletak
disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum yang melingkarinya.
b. Korpus
/ badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang letaknya
dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c. Kauda
/ ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri yang
sebenarnya menyentuh limpa.
Menurut Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, (1994 :
431) dan Francis, S.G dan John, D.B, Alih bahasa Wijaya,C, dkk., (2000 : 742)
pancreas dibentuk dari 2 sel dasar dengan fungsi yang sangat berbeda yaitu :
a. Sel-sel
eksokrin yang berkelompok disebut sel acini yang menghasilkan unsure-unsur
getah pancreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Sel-sel
endokrin atau pulau langerhans terdiri dari 0,7 – 1 juta kelenjar endokrin
kecil yang tersebar diantara massa glandular pankrea seksokrin. Volume
pulau-pulau langerhans kira-kira 1-1,5 % dari massa total pancreas dan beratnya
sekitar 1-2 gram pada orang dewasa. Sedikitnya ada empat tipe sel yang telah
dikenali pada pulau-pulaulangerhans ini. Tipe-tipe ini tersebar tidak seragam
pada pancreas, yang terdiri dari:
Tabel
2.1
Tipe-Tipe Sel Pada Pulau-Pulau
Langerhans Pankreas
Tipe sel
|
Persentase volume pulau lengerhans
|
Produk yang dihasilkan
|
|
Berasal dari dorsal (kaput anterior,
korpus, kauda)
|
Berasak dari ventral (bagian posterior
kaput)
|
||
Sel alfa
|
10 %
|
<0,5 %
|
Glukgon, proglukagon, peptide mirip
glukagon (GLP-1, GLP-2)
|
Sel beta
|
70-80 %
|
15-20 %
|
Insulin, peptide C, proinsullin,
amillin, asam tetra amino butirat (GABA)
|
Sel delta
|
3-5 %
|
<1 %
|
Somatostatin
|
Sel F(PP)
|
<2 %
|
80-85 %
|
Pollipeptida pankreas
|
Sumber: Francis, S.G. dan John,
D.B. alih bahasa Wijaya, C, dkk, 2000 : 743
Secara keseluruhan, pankreas menyerupai setangkai
anggur yang cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada duktus
pankreatikus utama (duktus wirsungi). Saluran-saluran kecil dari setiap asinus
mengosongkan isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang
kelenjar, jaringan bersatu dengan duktus koledokus pada ampula vateri sebelum
masuk ke duodenum. Pankreas mendapat darah dari arteri pankreatika dan
mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui vena pankreatika. Selain itu
juga pankreas mendapatkan darah dari arteri lienalis, arteri hepar, arteri
mesenterika superior dan arteri seliaka yang selanjutnya bermuara ke vena kava
inverior. Pankreas dipersarafi oleh nervus vagus yang berperan dalam sekresi
getah pankreas setelah makanan masuk ke lambung dan duodenum dan system saraf
simpatis yang berperan menghambat sekresi insulin melalui pelepasan
norepinefrin. Pankreas mempunyai dua fungsi penting, yaitu fungsi eksotrin
untuk mensekresikan enzim-enzim pencernaan pada ketiga jenis makanan utama
yaitu karbohidrat, lemak, dan protein melalui saluran ke duodenum dan fungsi
endokrin untuk mengatur system endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah
(Price, S. A.,
Alih bahasa Peter,
A, 1994, Syaifudin, 1997)
Gambar
2.2 Anatomi Pulau Langerhans Dalam Kelenjar Pankreas
Hormon-hormon sekresi
pankreas yang berpengaruh pada pengaturan kadar gula dalam darah, yaitu:
a. Glukagon
1. Prinsip
Kerja Glukagon
Glukagon
merupakan protein kecil dengan berat molekul 3485 dan terdiri dari rantai asam
amino dan terdiri dari rantai yang tersusun atas 29- asam amino. Waktu paruh
dari glukagon plasma adalah sekitar 5-10 menit. Fungsi utama glukagon adalah
meningkatkan kadar gula darah dengan mempengaruhi system enzim didalah hepar,
lemak, dan sel-sel otot yang kemudian memungkinkan glukosa plasma untuk
memasuki dan digunakan oleh sel-sel tubuh dengan menstimulasi sekresi insulin.
Dengan fungsi ini, glukagon mencegah hipoglikemia diantara waktu makan, selama
olahraga, beberapa hari pertama puasa, dan setelah makan makanan yang tinggi
protein yang dapat menstimulasi peningkatan insulin plasma sehingga menyebabkan
ambilan selular dengan cepat dari diet karbohidrat yang diserap.
Glukagon dapat menstimulasi sel-sel hati dalam
menjalankan fungsinya dengan cara melakukan pemecahan glikogen cadangan di hati
(glikogenolisis), mempertahankan produksi glukosa hati dari precursor asam
amino (glukoneogenetik), pemecahan lemak (lipolitik) dan memproduksi
badan-badan keton dari asam lemak (ketogenetik) di hati. Hal ini dapat
meningkatkan konsentrasi glukosa didalam sel-sel hati, karena sel-sel hati
dapat mendisforforilasi glukosa di intraseluler, maka glukosa ini dapat
dilepaskan dari hati ke dalam sirkulasi darah. Asam lemak dan asam amino yang
dibutuhkan untuk proses glukoneogenesis disuplai oleh pemecahan lemak yang
distimulasi oleh glukagon dalam sel-sel adipose dan dilepaskan ke dalam plasma.
Apabila supplai asam lemak tidak mencukupi, maka glukagon akan manstimulasi
pemecahan protein menjadi asam amino dan menstransfernya ke dalam plasma darah.
Asam lemak dan asam amino ini kemudian diambil oleh
hepatosit dan digunakan sebagai bahan-bahan mentah dalam proses
glukoneogenesis. Selain itu juga glukagon meningkatkan kadar keton plasma
dengan meningkatkan pembentukan keton hepatic dan meningkatkan sekresi
somatostatin serta growth hormon. Meskipun fungsi glukagon berlawanan dengan
fungsi insulin dalam proses pengaturan kadar gula darah, namun glukagon juga
dapat menstimulasi insulin. Hal ini dapat memungkinkan glukosa plasma umtuk
memasuki berbagai jaringan dan digunakan oleh jaringan itu sendiri untuk proses
metabolisme, aksi langsung glukagon dalam menstimulasi sel-sel beta ini
berlangsung dengan cepat.
Pada tingkat seluler, glukagon bekerja pada system
enzim sel siklik AMP intraseluler, dimana bahan kimiawi ini berperan sebagai
pembawa pesan kedua untuk mengubah aktivitas enzim sel yang menyebabkan
sejumlah besar glukagon eksogenus bekerja meningkatkan kapasitas inotropik
jaringan miokardium yang disebabkan karena rendahnya glukagon endogenus.
a. Pengaturan
Sekresi Glukagon
Sel-sel alfa pankreas distimulasi oleh agonis beta
adrenergik, teofilin, yang meningkatkan kadar plasma asam amino (terutama yang
digunakan dalam proses glukoneogenesis), dan stimulasi vagal (kolinergik).
Sekresi glukagon juga dipercepat oleh glukokortikoid, olah raga, stress fisik,
dan infeksi. Efek olahraga pada sekresi glukagon di mediasi oleh beta
adrenergik, sedangkan stress dan infeksi bekerja meningkatkan kadar
glukokortikoid plasma. Kenaikan glukosa plasma dioperasikan oleh umpan balik
negatif loop untuk memperlambat atau menghambat haluaran glukagon. Konsentrasi
glukosa darah merupakan factor utama pengatur sekresi glukagon, namun pengaruh
konsentrasi glukosa darah terhadap sekresi glukagon jelas bertentangan dengan
efek glukosa terhadap sekresi insulin.
Penurunan konsentrasi glukosa darah dari normalnya
sewaktu puasa kira-kira sebesar 90 mg/dl darah hingga kadar hipoglikemik dapat
meningkatkan konsentrasi glukagon plasma beberapa kali lipat, sebaliknya
meningkatnya kadar glukosa darah himgga mencapai hiperglikemik akan mengurangi
kadar glukagon dalam plasma. Jadi, pada keadaan hipoglikema glukagon yang
disekresikan oleh sel alfa pankreas akan meningkat dalam plasma yang dapat
menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati dan akibat yang lebih
lanjut akan membantu memperbaiki keadaan hipoglikemia
2. Insulin
a. Prinsip
Kerja Insulin
Insulin merupakan protein kecil yang
mempunyai berat molekul sebesar 5808 dan terdiri atas dua rantai asam amino
yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai
asam amino dipisahkan, maka aktifitas fungsional dari insuli akan hilang.
Ikatan insulin pada resepror insulin mengawali aksi fisiologi insulin pada sel.
Setelah molekul insulin berikatan pada reseptor, kompleks reseptor nsulin
diambil kedalam sitoplasama sel melalui endositosis dan dihancurkan dalam waktu
14-15 jam oleh enzim lisosom. Insulin plasma mempunyai waktyu paruh sekitar 15
menit. Sekitar 80 %dari semua insulin yang bersikulasi dikatabolisme oleh
sel-sel hati dan ginjal. Insulin mempuynyai mekanisme kerja tunggal yang
mendasari segala macam efeknya pada metabolisme. Berikut ini prinsip kerja insulin
:
a) Jaringan
adipose
(1) Meningkatkan
jaringan adipose
(2) Meningkatkan
ambilan kalium
(3) Meningkatkan
pemasukan dan sintesis lemak
(4) Meningkatkan
penyimpanan lemak
(5) Meningkatkan
pengubahan glukosa menjadi lemak
(6) Menghambat
lipolisis
(7) Aktivasi
lipoprotein lipase
b) Jaringan
otot
(1) Meningkatkan
pemasukan glukosa
(2) Meningkatkan
ambilan kalium
(3) Meningkatkan
sintesis glikogen
(4) Meningkatkan
pemasukan asam amino
(5) Meningkatkan
sintesis protein
(6) Meningkatkan
katabolisme protein
(7) Meningkatkan
pemasukan keton kedalam se-sel
c) Hati
(1) Meningkatkan
sintesis protein
(2) Meningkatkan
sintesis lemak
(3) Menurunkan
ketogenesis
(4) Menurunkan
pengeluaran karena penurunan glukoneogenesis dan meningkatkan sintesis glukagon
Selain itu insulin diketahui dapat memudahkan
ambilan glukosa oleh jaringan ikat, leukosit, kelenjar mammary, lensa mata,
aorta, pituitary, dan sel-sel alpha.
b. Pengaturan
Sekresi Insulin
Sekresi
insulin diatur oleh :
i.
Mekanisme umpan balik kadar glukosa
darah, kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin, selanjutnya
insulin menyebabkan transport glukosa ke dalam sel sehingga mengurangi
konsentrasi gula darah kembali normal.
ii.
Asam amino, dalam hal ini adalah asam amino yang paling
kuat yaitu arginin dan leusin, dimana kerjanya mempengaruhi peningkatan insulin
berbanding lurus dengan peningakatan konsentrasi gula darah. Dan sebaliknya
insulin sendiri meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam sel-sel jaringan
serta meningkjkan pembentukan protein intraseluler.
iii.
AMP siklik intra sel, rangsangan yang
meningkatkan AMP siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan
meningkatkan kalssssium intra sel. Pada pelepasan epinefrin terjadi penurunan
sekresi insulin disebabkan karena epinefrin menghambat AMP siklik intrasel.
iv.
Saraf otonom, cabang nervus vagus dextra
mempersarafi pulasu langerhans dan merangsang nervus vagus menyebabkan
peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankreas menghambat
sekresi insulin melalui pelepasan norepinefrin.
c. Aktifitas
Insulin Pada Target Sel
Insulin yang telah disekresikan pankreas akan menuju
target sel dengan cara berikatan dan
mengaktifkan suatu protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein
merupakan senyawa glikoprotein yang mempunyai berat molekul kira-kira 300.000
Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi dari
empat sub unit yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfida, dua sub
unit alfa yang terletak seluruhnya diluar membran sel dan dua sub unit beta
yang menembus membran, menonjol kedaklam sitoplasma sel. Insulin berikatan
denan sub unit alfa dibagian luar sel, tetapi karena ikatan dengan sub unit
beta, bagian dari sub unit beta yang menonjol kedalam sel mngalami
autofosforilasi. Hal ini akan membuat ikatan tersebut menjadi suatu enzim yang
aktif, suatu protein kinase setempat, yang selanjutynya menyebabkan fosforilasi
dari banyak enzim intra seluler lainnya. Hasil akhir adalah mengaktifkan
beberapa enzim ini sementara menghentikan enzim yang lain. Jadi, secara
keseluruhan insulin memimpin proses metabolisme intra seluler untuk
menghasilkan efek yang diinginkan. Efek akhir dari perangsangan insulin (Hudak,
C.M, dan Gallo, B.M, alih bahasa Monica, E.D, dkk., 1996 dan Guyton, A.C, alih
bahasa Setiawan, I, 1996) sebagai berikut :
a) Dalam
beberapa detik setelah insulin diberikan dengan membran reseptornya, membran
yang mencakup kira-kira 80 % dari sel tubuh ini menjadi sangat permeable
terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada sel-sel otot dan sel lemak
tetapi tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron diotak. Didalam sel glukosa
dengan cepat di fosforilasi dan menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua
fungsi metabolisme karbohidrat yang umum.
b) Sebagai
tambahan untuk meningkatkan permeabilitas membran terhadap glukosa, membran sel
menjadi permeable terhadap banyak asam amino, ion kallllium, dan ion posfor.
c) Efek
yang lebih lambat terjadi dalam 10-15 menit berikutnya, untuk mengubah tingkat
aktifitas dari banyak enzim metabolic seluler yang lain. Efek-efek ini
dihasilkan terutama dari perubahan keadaan fosforilasi enzim.
d) Efek
yang jauh lebih lambat terjadi selama berjam-jam dan bahkan beberapa hari.
e) Efek
ini dihasilkan kecepatan translasi RNA messenger pada ribosom untuk membentuk
protein yang baru dan efek yang lebih lambat lagi terjadi dari perubahan
kecepatan trankripsi DNBA didalam inti sel. Dengan cara ini insulin membentuk
kembali sebagian besar proses enzimatik seluler untuk mencapai tujuan
metabolic.
3.
Epidemiologi/Insiden
kasus (Suyono, 2001)
a.
Diabetes
Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara
tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa
kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada
masa dewasa.
b.
Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2
adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering
setelah umur 30 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai
3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
c.
Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa
tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat
kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang
berkaitan dengan DM.
d.
Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes
Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar.
4.
Penyebab/Faktor
Predisposisi (Arif Mansjoer, 2001)
Diabetes
Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh
destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmapuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
5.
Patofisiologi
Menurut Smeltzer, S.C,
dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001) diabetes mellitus terbagi
kedalam beberapa klasifikasi atau tipe-tipe tertentu diantaranya :
a. Tipe
I : Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM (Insulin Independent Diabetes Melitus)
b. Tipe
II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
c. Diabetes
mellitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom tertentu, seperti:
1) Penyakit
pancreas
2) Kelainan
hormonal
3) Obat/
bahan kimia
4) Kelainan
reseptor dan kelainan genital
d. Diabetes
mellitus gestasional atau GDM (Gestasional
Diabetes Melitus)
e. Diabetes
karena kerusakan toleransi glukosa
Tipe-tipe diabetes mellitus yang paling sering
terjadi adalah diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan diabetes mellitus tipe II
(NIDDM). Sesuai dengan kasus yang terjadi pada Tn. S maka untuk lebih jelasnya
akan dijelaskan tentang mekanisme penyakit diabetes mellitus tipe II sebagai
berikut.
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin – NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada
penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien (±
75%), penyakit diabetes mellitus tipe II yang dideritanya ditemukan secara
tidak sengaja (misalnya pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium
yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes
selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan
menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas.
Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas
insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan
dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang
memuaskan maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin
untuk sementara waktu selama periode stress fisiologis yang akut, seperti
selama sakit atau pembedahan.
6. Gambaran klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada
diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a)
Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena
kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap
glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan
dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi
(banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran
terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk
mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polipagi
(banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa
tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya
klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat
badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan
glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh bersama mendapat peleburan
zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan
DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata
kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan
lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi
insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
7.
Penatalaksanaan
Kerangka utama
penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat
hipoglikemik, dan penyuluhan.
a. Perencanaan makan (meal planning)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah ditetapkan
bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa
karbohidrat (60-70%), protein (10-15%). Lemak (20-25%). Apabila diperlukan
santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang
baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/ hari.
Jumlah kandungan serat ± 25 g/ hari,
diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasai bila terdapat
hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya.
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIEPE ( continous, rhytmical, interval, progressive,
endurance training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, renang, bersepeda, dan mendayung.
c.
Obat berkhasiat hipoglikemik
1)
Sulfonilurea
Obat ini
bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai aklibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
2)
Biguanid
Obat ini menurunkan kadar
glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman
adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh/
IMT > 30) sebagai obat tunggal.
3)
Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara
kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase didalam saluran cerna, sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
4)
Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah
golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas
insulin, sehinggga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai
masalah akibat resistensi insulin tanpa mengakibatkan hipoglikemia (Mansjoer,
A, dkk, 2001).
8.
Diagnosis
Diagnosis DM
umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal,
mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus dan vulvae pada
pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa
darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja
abnormal belum cukup untuk diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ]ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Suyono,
1996 : 593).
Cara
pemeriksaan TTGO : (Arif Mansjoer, 2001), yaitu:
1. Tiga hari
sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
3. Pasien puasa
semalam, selama 10-12 jam
4. Glukosa
darah puasa diperiksa
5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama
/ dalam waktu 5 menit
6. Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
WHO merekomendasikan pengambilan sampel 2 jam sesudah konsumsi glukosa
yaitu : (Brunner and Suddarth, 2002 : 1225)
1. Glukosa plasma sewaktu/random > 200mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa/nuchter >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 g karbohidrat (2 jam postprandial/pp) > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
9.
Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang berkaitan ke dua tipe Diabetes Melitus diatas di golongkan, antara lain:
a.
Komplikasi
Akut
1.
Ketoasidosis
Diabetik adalah gangguan metabolik yang terjadi akibat defisiensi insulin di karakteristikan dengan hiperglikemia eksterm (lebih 300 mg/ dl). Pasien sakit berat dan memerlukan intervensi untuk mengurangi kadar
glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat, elektrolit, ketidakseimbangan
cairan. Adapun faktor pencetus
Ketoasidosis Diabetik: obat-obatan, steroid,
diuretik, alkohol, gagal diet, kurang cairan, kegagalan pemasukan insulin, stress,
emosional, dan riwayat penyakit ginjal.
2.
Hipoglikemia merupakan komplikasi insulin dengan
menerima jumlah insulin yang lebih banyak daripada yang di butuhkannya untuk
mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh
pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala dan palpitasi), juga
akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang
tumpul dan koma).
b.
Komplikasi jangka panjang
1.
Mikroangiopati Diabetik merupakan lesi spesifik
Diabetes Melitus yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
2.
Makroangiopati Diabetik mempunyai gambaran
histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang
disebabkan karena insufisiensi insulin yang menjadi penyebab jenis penyakit
vaskuler. Gangguan–gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intima
vaskuler, hiperproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya
makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika yang
terkena adalah arteri koronaria dan
aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium (Price, S. A.
& Wilson L.M, 2006).
B. KONSEP
KEPERAWATAN
Pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat
dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam
melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses
keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.
a. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem
endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi
: biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan
masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji
pada klien degan diabetes mellitus :
a. Aktivitas
dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,
dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, diszorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut,
meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
b. Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering
terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien diabetes mellitus yaitu :
a. Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b. Perubahan
status nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko
infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d. Resiko
tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan
glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f. Ketidakberdayaan
berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati,
ketergantungan pada orang lain.
g. Kurang
pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
2.) Rencana
Keperawatan
a. Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan
:
Menunjukkan
hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba,
turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu,
dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
:
1.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional:
Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional: Merupakan
indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
3.
Pantau masukan dan keluaran, catat berat
jenis urine.
Rasional:
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.
Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan
hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.
Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional: Tipe
dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual.
b.
Perubahan status nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
a.
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang
tepat
b.
Menunjukkan tingkat energi biasanya
c.
Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.
Tentukan program diet dan pola makan
pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional:
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
2.
Timbang berat badan setiap hari atau
sesuai indikasi.
Rasional:
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
3.
Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional:
jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.
Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk
memahami nutrisi pasien.
5.
Berikan pengobatan insulin secara
teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin
reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
c. Resiko
infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan
: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeks dan mendemonstrasikan
teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi
:
1. Observasi
tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
2. Tingkatkan
upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional: Mencegah timbulnya
infeksi silang.
3. Pertahankan
teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional:
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4. Berikan
perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada
kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5. Lakukan
perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional: Membantu dalam memventilasi semua daerah paru
dan memobilisasi sekret.
d. Resiko
tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan
glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
a.
Mempertahankan tingkat
kesadaran/orientasi.
b.
Mengenali dan mengkompensasi adanya
kerusakan sensori.
Intervensi :
1. Pantau
tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2. Panggil
pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional: Menurunkan kebingungan dan membantu untuk
mempertahankan kontak dengan realitas.
3. Pelihara
aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan
sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional: Membantu memelihara pasien tetap berhubungan
dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4. Selidiki
adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional: Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa
tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai
resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
e. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
a.
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
b.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi
:
1. Diskusikan
dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2. Berikan
aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional: Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3. Pantau
nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi secara fisiologis.
4. Tingkatkan
partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
f. Ketidakberdayaan
berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati,
ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
a. Mengakui
perasaan putus asa
b. Mengidentifikasi
cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
c. Membantu
dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung
jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi
:
1.
Anjurkan pasien/keluarga untuk
mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya
secara keseluruhan.
Rasional: Mengidentifikasi area perhatiannya dan
memudahkan cara pemecahan masalah.
2. Tentukan
tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional: Harapan yang tidak realistis atau adanya
tekanan dariorang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan
frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping.
3. Berikan
dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan
berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional: Meningkatkan
perasaan kontrol terhadap situasi.
4. Berikan
dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional: Meningkatkan
perasaan kontrol terhadap situasi.
g. Kurang
pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.
Tujuan :
a.
Mengungkapkan pemahaman tentang
penyakit.
b.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala
dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
c.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi
:
1. Ciptakan
lingkungan saling percaya
Rasional: Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan
sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2. Diskusikan
dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3. Diskusikan
tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan
membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.
4. Diskusikan
pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan
pasien/orang terdekat.
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit
dengan lebih ketat.
5. Ciptakan
lingkungan saling percaya
Rasional: Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
6. Diskusikan
dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
7. Diskusikan
tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/mentaati program.
8. Diskusikan
pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan
pasien/orang terdekat.
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit
dengan lebih ketat.
BAB
III
K A S U S
ASUHAN
KEPERAWATANPADA NY. ’’M’’ DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA KASUS DIABETES
MELITUS
DI
RUANG INTERNA RSU LASINRANG KABUPATEN PINRANG
h.
Identitas Diri Klien
N
a m a : Ny.”M” Tanggal
Masuk : 28 Februari 2013
U
m u r : 57 Tahun Sumber Informasi :
Klien & Keluarga
Jenis
Kelamin : Perempuan Pendidikan : SI
A
l a m a t : Pinrang Pekerjaan :
Wiraswasta
Status
Perkawinan : Kawin Alamat :
Pinrang
A
g a m a : Islam Keluarga yg dapat dihubungi: anak kandung
S
u k u : Bugis
Pendidikan : -
Pekerjaan : IRT
i.
Status Kesehatan saat ini
1. Alasan
kunjungan / Keluhan Utama : lemas
2. Faktor
pencetus : GDS 550 mg/dl
3. Lamanya
keluhan :
6 hari yang lalu
4. Timbulnya
keluhan :
bertahap
5. Faktor
yang memperberat :
obat yang tinggi dosis
6. Upaya
yang dilakukan untuk mengatasi :
Sendiri : tidakada
Orang lain : memberikan makanan
j.
Riwayat Kesehatan Lalu
1.
Penyakit yang pernah dialami :
a.
Kanak-kanak : tidak ada
b.
Kecelakaan : Tidak pernah
c.
Dirawat di RS : tidak pernah
d.
Operasi :
Tidak pernah
2.
Alergi
Tipe reaksi tindakan
Tidak ada tidak ada tidak ada
3.
Imunisasi :
pernah (TT, BCG, polio, campak)
4.
Kebiasaan :
tidak ada
5.
Obat-obatan : Pemakaian obat-obat jangka
waktu lama tidak ada.
Sendiri : tidak ada
Resep : tidak ada
6.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit
Berat badan :55 kg tinggi
badan: 160 cm LLA: 20 cm
a. Jenis
makanan : Nasi,
lauk, dan sayur.
b. Makanan
yang disukai : buah-buahan
c. Makanan
pantang : tidak ada
d. Nafsu
makan : baik
e. Perubahan
berat badan 6 bulan terakhir: 4 kg
Perubahan setelah sakit :
Jenis diet : TKTP
nafsu makan : kurang
Intake cairan : RL out
put cairan : evaporasi, urin, feses.
Porsi makan : tidak dihabiskan
7.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
a.
Buang air besar
Frekuensi :1x
/hari penggunaan
pencahar: tidak ada
Waktu : Pagi
Konsistensi: tidak padat
b.
Buang air kecil
Frekuensi : 3 – 4 kali / hari
Warna : Kuning
Bau :
Amonia
Perubahan setelah sakit:
a.
BAB:
belum pernah BAB selama 6 hari
b.
BAK: 3-4 X/ hari
8.
Pola Tidur dan Istirahat
a. Waktu
tidur (Jam) ; Siang : ± 2
jam. Malam ± 6 – 8 jam.
b. Lama
tidur/hari : ± 8 jam.
c. Kebiasaan
pengantar tidur : Tidak ada
d. Kebiasaan
saat tidur : Tidak ada
e. Kesulitan
dalam hal tidur : Tidak ada
9.
Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kegiatan
dalam pekerjaan : pekerjaan IRT
(memasak, mencuci, dan membersihkan rumah)
b. Olah
raga : Tidak
ada.
c. Kegiatan
di waktu luang : Berkumpul dengan keluarga,
Nonton TV.
d. Aktivitas
di RS : Mandi, makan,
& BAK dibantu.
10. Pola
Pekerjaan
a. Jenis
pekerjaan : pekerjaan IRT
b. Jumlah
jam kerja : ± 4 – 6
jam / hari.
c. Jadwal
kerja : Pagi :
06.00 – 10.00, Sore : 17.00 – 18.00.
k.
Riwayat Keluarga
Genogram:
Keterangan:
: Perempuan meninggal :laki-laki : Klien
: Laki-laki meninggal : Serumah
:
perempuan
Generasi I1,2,3,4: tidak ada anggota keluarga menderita penyakit
yang sama seperti klien dan meninggal
karena faktor usia
Generasi II1,2,3,4: tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti klien dan kedua saudara ibu
meninggal karena faktor usia dan bapak meninggal karena nyeri dada
Generasi III
: klien sedang menderita penyakit DM dan tidak ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama dengan klien dan saudara .klien
meninggal karena faktor usia
l.
Riwayat Lingkungan
Kebersihan : Cukup bersih, terdapat ventilasi
Bahaya : tidak ada
Polusi : Jauh dari pabrik
m.
Aspek Psikososial
1.)
Pola pikir dan persepsi.
a. Alat
bantu yang digunakan : Tidak ada.
b. Kesulitan
yang dialami : mobilisasi
terganggu
2.)
Persepsi diri
a.
Hal yang amat dipikirkan saat ini :
Klien tidak tahu tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
b.
Harapan setelah menjalani perawatan :
Bisa sembuh dan dapat beraktivitas seperti sedia kala.
c.
Perubahan yang dirasa setelah sakit :
Badan terasa lemas, sering bertanya tentang kondisi sakit dan pengobatannya.
d.
Suasana hati : agak tenang karena sudah
mendapat perawatan dan pengobatan.
3.)
Hubungan / Komunikasi.
a. Bicara :
Jelas
b.
Bahasa utama : Indonesia.
c.
Bahasa daerah : Bahasa bugis
d. Tempat
tinggal : Sendiri.
e.
Kehidupan keluarga :
1) Adat
istiadat yang dianut : bugis
2) Pembuat
keputusan dalam keluarga : keluarga
3) Pola
komunikasi antar keluarga: baik.
4) Keuangan
: Memadai.
5) Kesulitan
dalam keluarga : Tidak ada.
4.) Kebiasan
Seksual
a. Gangguan
hubungan seksual disebabkan kondisi : tidak ada
b. Pemahaman
terhadap fungsi seksual : baik
5.) Pertahanan
Koping
a. Pengambilan
keputusan : Sendiri dan anak-anak.
b. Yang
disukai tentang diri sendiri : disukai
semua
c. Yang
ingin diubah dari kehidupan: tidak ada
d. Yang
ingin dilakukan jika stress :memecahkan
masalah
e. Apakah
yang di lakukan perawat agar anda nyaman dan aman: memberikan penjelasan
sebelum melakukan tindakan.
6.) Sistem nilai dan Kepercayaan
a. Siapa
/ apa sumber kekuatan : Tuhan YME.
b. Apakah
Tuhan, Agama, Kepercayaan penting untuk anda : Ya, karena Tuhan tempat
menyembah dan mengadu.
c. Kegiatan
agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam
dan frekuensi) : sholat 5X sehari semalam
d. Kegiatan
agama / kepercayaan yang ingin dilakukan selama di Rumah sakit : Dzikir
n.
Pengkajian Fisik
1.)Kesadaran: Compos mentis keadaan umum : lemah
Tanda-tanda
vital : TD: 160 /90 mmHg N: 80
X/i
P :24
X /i S: 37oC
2.)Kepala
Bentuk :
simetris
Keluhan yang
berhubungan : Tidak ada
3.)Mata
□
Ukuran pupil : Isokor
□
Reaksi terhadap cahaya : pupil mengecil (miosis)
□
Akomodasi : 6/6
□
Bentuk :
Bulat/simetris.
□
Konjungtiva :
tidak ada peradangan dan merah jambu.
□
Fungsi penglihatan : masih baik
□
Tanda-tanda radang : tidak ada
□
Pemeriksaan mata, operasi, kaca mata
: tidak ada
4.)Hidung
□
Reaksi alergi : Tidak ada
□
Cara mengatasi : tidak
ada
□
Pernah mengalami Flu :
pernah
□
Frekuensi dalam setahun : Tidak tentu
□
Sinus :
Tidak ada kelainan
5.)Mulut
dan tenggorokan
□
Gigi geligi : Tidak ada
□
caries :
Tidak ada
□
Gangguan bicara : Tidak ada
□
Kesulitan menelan : ada : bibir
kering dan lidah kotor
6.)
Dada dan paru-paru
□
Rongki :
24x/menit
□
Pola napas : Reguler Batuk (-)
□
Nyeri dada : (-)
□
Batuk darah : tidak
□
Ro Foto terakhir : tidak ada
7.)Jantung
dan Sirkulasi
□
Nadi perifer :
□
Capilary Refilling Time :
3detik
□
Distensi
Vena Jugularis :
□
Suara jantung tambahan : Tidak ada
□
Irama jantung (monitoring) :
□
Nyeri Palpitasi
(-) Baal (-)
□
Perubahan warna (kulit, kuku, bibir,
dll): tidak ada
□
Clubbing (-) Syncop (-) Rasa pusing (-)
8.)Abdomen
□
Peristaltik usus: 5x/menit
□
Nyeri tekan : tidak ada
□
Pembesaran hati : tiddak ada
□
Massa :tidak ada
□
Luka :
sejajar abdomen,
pada daerah os. lumbal
□
kembung : tidak ada
9.)Genitalia
dan status reproduksi
□
Buah dada : simetris Perdarahan : tidak ada
□
Pemeriksaan pap smear terakhir :
□
Hasil : Fluor
ablus :
□
Penggunaan kateter : iya
10.)
Status neurologis
□
GCS, E: 4, M: 6, V: 5
□
Refleks patologis : Kernig Sign (-) Laseg Sign (-)
Brusinsky (-)
Babinsky (-) Chaddock (-)
Refleks
fisiologis : Bisep (+) Trisep
(+) Patell (+)
11.)
Ekstremitas
□
Keadaan ekstremitas: ekstremitas bawah
edema dan kemerahan pada lutut dan
ektremitas atas edema
□
Kesimetrisan :
simetris Atropi: tidak ada
□
ROM :
susah Edema : pada ekstremitas atas dan bawah
□
Cyanosis : tidak ada Akral :
edema dan kemerahan
o.
DATA PENUNJANG
1.)
Laboratorium
□ GDS
: 306 mg/dl normal :
70-130 mg/dl
□ Kolesterol
: 375 mg/dl normal : >
200mg/dl
□ WBC
: 14 x 103µl
□ HB : 10,8 g/dl
□ HCT:
34,1%
2.)Radiologi
p.
TERAPI MEDIS
1.
Pasang infuse RL 20 tts/menit
2.
Obat-obatan:
□
Ciprofloxacin 1 btl/ 12 jam/drips
□
Metronidazole
1 btl/ 12jam/drips
□
Gastridin
1amp/ 12 jam/drips
□
Farmado/
8 jam/drips
□
Levocin/
24 jam/drips
Patofisiologi
Stres
kronis hormon tiroid, prolaktin, Autoantibody insulin
Dan
pertumbuhan
stimuasi Menghambat akses insulin ke
reseptor
glukoneogenesis glukosa darah
Transport
glukosa glut-4
Glukosa
yg digunakan untuk sel
Glikoneogenesis
hati
Kadar
glukosa darah
DM II
|
□
DATA FOKUS
Nama
Klien : Ny. M Dx Medis :
DM
Umur : 57 Tahun Ruangan :
Cempaka I (Per. Interna)
Jenis
kelamin : Perempuan Tanggal masuk : 06 maret 2012
DATA SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
-
Klien menyatakan perih bibir dan sulit menelan
makanan yang masuk
-
Klien
menyatakan tidak ada nafsu makan
-
Klien mengatakan badannya
lemah
-
klien
menyatakan nyeri tekan pada daerah edema
|
-
Klien sulit
menelan : sariawan, terdapat bintik-bintik putih pada lidah
-
Pasien
tidak mau makan walaupun sedikit
-
Klien
nampak lemas
BB: 50 kg
TB: 160 cm
GDS: 306 mg/dl
WBC: 14x 103 µl
HGB: 10,8 g/dl
HCT: 33,5 %
a.
Klien nampak terbaring di
atas tempat tidur.
b.
Klien
nampak lemas
c.
ADL klien
nampak dibantu oleh keluarga
d.
Klien
nampak edema
|
ANALISA DATA
No
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
|
1
2.
NO
3
NO
|
Data
Subyektif :
a.
Klien menyatakan perih bibir dan sulit menelan
makanan yang masuk
b.
Klien
menyatakan tidak ada nafsu makan
Data
Obyektif :
a.
Klien sulit
menelan : sariawan, terdapat bintik-bintik putih pada lidah
b. Pasien tidak mau makan walaupun sedikit
c. Klien nampak lemas
BB: 53
GDS:306 mg/dl
TB: 157
Data
Subyektif :
a.
Klien mengatakan badannya
lemah
DATA
Data Obyektif :
e.
Klien nampak terbaring di
atas tempat tidur.
f.
Klien
nampak lemas
g.
ADL klien
nampak dibantu oleh keluarga
h.
GDS: 306
mg/dl
Normal : (70-150 mg/dl)
i.
Klien
nampak edema
Data subyektif:
a. klien menyatakan nyeri tekan pada daerah edema
b. klien menyatakan tidak nyeri pada luka vertebra
pada bagian lumbal seluas : 1 cm
data obyektif:
a. nampak edema
dan kemerahan pada telapak tangan dan lutut klien,
DATA
b. nampak luka pada vertebra bagian lumbal seluas 1
cm
c. GDS: 306 mg/dl
Normal
:70 -150 mg/dl
d. WBC: 14x10µl
e. tanda vital:
TD : 160/80 mmHg
|
kelainan
pengikatan insulin dengan reseptor
glukosa tidak masuk kedalam sel
sel kekurangan glukosa
sekresi sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi
GDS
Hiperglikemia
pembatasan intake
perubahan pola diet
penurunan selera /minat terhadap
makanan yang disajikan
perubahan status
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Autoantybody insulin
Menghambat reseptor insulin
ETIOLOGI
Transport glut-4
Transport glukosa darah ke sel
Starvasi sel
Penurunan produksi ATP
Kekuatan otot menurun
kelemahan fisik
intoleransi
aktivitas
Hyperglikemia
Sirkulasi
ke jaringan menurun
Angiopati
Luka
Invasi kuman
ETIOLOGI
WBC
infeksi
|
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Kelelahan
MASALAH
infeksi
MASALAH
|