Jumat, 23 Desember 2011

STRONGYLOIDES STERCORALIS

STRONGYLOIDES STERCORALIS

Latar belakang
Strongyloidiasis stercoralis adalah infeksi cacing Strongyloides stercoralis (Strongyloides  stercoralis). Strongyloides stercoralis adalah cacing yang hidup daerah hangat, daerah lembab. Cacing masuk ke dalam tubuh ketika seseorang menyentuh tanah yang terkontaminasi cacing.
Cacing kecil hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Cacing gelang muda dapat bergerak melalui kulit seseorang dan masuk ke dalam aliran darah ke paru-paru dan saluran udara. Ketika cacing bertambah tua, mereka mengubur diri dalam dinding usus. Kemudian, mereka menghasilkan telur dalam usus. Daerah di mana cacing masuk melalui kulit dapat menjadi merah dan menyakitkan.
Strongyloidiasis stercoralis merupakan hospes utama cacing ini, parasit ini dapat mengakibatkan penyakit strongilodiasis. Distribusi Geografik Terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin jarang ditemukan. Morfologi Dan Daur Hidup Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di virus duodenum, bentuknya filform, halus, tidak berwarna, dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cara berkembang-biaknya dengan partenogenesis, telur bentuk parasitik diletakkan dimukosa usus kemudian telur menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus dan dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup : Siklus langsung Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakhea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga parasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru atau larva rabditiform tadi dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi jika keadaan lingkungan sekita optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.
Cacing betina yang hidup sebagai parasit, dengan ukuran  2,20 x 0,04 mm, adalah seekor nematoda filariform yang kecil, tak berwarna, semi transparan dengan kutikulum yang bergaris halus. Cacing ini mempunyai ruang mulut dan oesophagus panjang, langsing dan silindris. Sepanjang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis, jenih dan bersegmen. Cacing betina yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang hidup sebagai parasit, menyerupai seekor nematoda rabditoid khas yang hidup bebas dan mempunyai sepasang alat reproduksi. Cacing jantan yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang betina dan
Telur 
Telur dari bentuk parasitik, sebesar  54 x 32 mikron berbentuk bulat oval dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing tambang, biasanya diletakkan dalam mukosa usus, telur itu menetas menjadi larva rabditiform yang menembus sel epitel kelenjar dan masuk kedalam lumen usus serta keluar bersama tinja. Telur jarang ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah  diberi pencahar yang kuat.
Siklus hidup
Parasit ini mempunyai 3 macam siklus :
1.      Siklus langsung
Sesudah 2 – 3 hari di tanah, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform, bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh dan masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru, dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring reflek  batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai diusus halus bagian atas dan menjadi dewasa.
2.      Siklus tidak langsung
Larva rabditiform berubah  menjadi cacing jantan dan betina bentuk bebas, sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform, larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menhasilkan larva filariform yang infektif dan masuk kedalam hospes. 
3.      Auto infeksi 
Larva rabditiform menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal) bila larva filariform  menembus mukosa atau kulit perianal, mengalami suatu lingkaran perkembangan di dalam hospes. Auto infeksi menerangkan adanya Strongyloidiasis yang persisten, mungkin selama 36 tahun, di dalam penderita yang hidup di derah non endemik.
Identifikasi
Adalah infeksi cacing, umumnya tanpa gejala yang menyerang duodenum dan bagian atas jejunum. Gejala klinis yang muncul antara lain timbulnya dermatitis ringan pada saat larva cacing masuk ke dalam kulit pada awal infeksi. Gejala lain yaitu batuk, ronki, kadang-kadang pneumonitis jika larva masuk ke paru-paru; atau muncul gejala-gejala abdomen yang disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada mukosa usus. Gejala infeksi kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa ringan dan bisa juga berat.
Penyebab:
Penyebaran infeksi strongyloides seiring dengan infeksi cacing tambang, tetapi frekuensinya lebih rendah di daerah dengan iklim sedang. Infeksi terutama terdapat di daerah tropik dan sub tropik, dimana panas, kelembaban dan tidak adanya sanitasi menguntungkan lingkaran  hidupnya yang bebas. Di Amerika Serikat hal ini terjadi di bagian selatan, di daerah luar kota.
Nematoda tersebut (gelang) strongyloides stercoralis,. strongyloides lainnya termasuk s, fülleborni, yang menginfeksi simpanse dan babun dan dapat menghasilkan infeksi terbatas pada manusia. kehidupan siklus: siklus hidup strongyloides stercoralis strongyloides siklus hidup lebih kompleks dibandingkan dengan nematoda yang paling dengan alternasi yang antara siklus hidup bebas dan parasit, dan potensinya untuk autoinfection dan multiplikasi dalam host. dua jenis ada siklus: siklus hidup bebas: larva rhabditiform lewat di bangku (lihat siklus parasit di bawah) dapat ganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif filariform (pengembangan langsung) atau empat kali ganti kulit dan menjadi hidup bebas laki-laki dewasa dan perempuan yang mate dan memproduksi telur yang menetas larva rhabditiform. yang terakhir pada gilirannya dapat berkembang menjadi generasi baru dari orang dewasa yang hidup bebas (yang diwakili dalam), atau menjadi larva infektif filariform. filariform larva menembus kulit manusia tuan rumah untuk memulai siklus parasit (lihat di bawah). siklus parasit: larva filariform dalam tanah yang terkontaminasi menembus kulit manusia, dan diangkut ke paru-paru mereka menembus ruang alveolar, mereka dibawa melalui pohon bronkial ke kerongkongan.
Gejala
Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati seperti gejala ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea, berat badan turun, lemah dan konstipasi. Timbulnya dermatitis yang sangat gatal karena gerakan larva menyebar dari arah dubur; dapat juga timbul peninggian kulit yang stationer yang hilang dalam 1-2 hari atau ruam yang menjalar dengan kecepatan beberapa sentimeter per jam pada tubuh. Walaupun jarang terjadi, autoinfeksi dengan beban jumlah cacing yang meningkat terutama pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat menyebabkan terjadinya strongyloidiasis diseminata, terjadi penurunan berat badan yang drastic, timbul kelainan pada paru-paru dan berakhir dengan kematian. Pada keadaan seperti ini sering terjadi sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif.  Pada stadium kronis dan pada penderita infeksi berulang serta pada penderita infeksi human T-cell lymphotrophic virus (HTLV-1) ditemukan eosinofilin ringan (10%-25%). Eosinofilia ringan juga dijumpai pada penderita yang mendapatkan kemterapi kanker, sedangkan pada strongyloidiasis disseminata jumlah sel eosinofil mungkin normal atau menurun.
Cara-cara Penularan
Larva infektif (filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di bawah paru-paru. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa. Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di tempat ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform  ini dapat berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah. Cacing dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif rhabditiform  yang kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi larva infektif filariform.Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform dapat langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang menyebabkan auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahuntahun.
Masa Inkubasi
Waktu yang diperlukan mulai saat larva infektif filariform menembus kulit sampai ditemukan larva non infektif rhabiditform dalam tinja penderita adalah 2-4 minggu. Sedangkan waktu dari masuknya larva infeksi sampai timbul gejala tidak pasti, bervariasi dari orang ke orang.
Masa penularan:
Selama cacing dewasa ada dalam usus dan dapat berlangsung hingga 35 tahun jika terjadi autoinfeksi.
Kerentanan dan kekebalan
Setiap orang rentan terhadap penularan cacing ini. Imunitas setelah infeksi cacing tidak terbentuk dalam tubuh manusia, imunitas hanya terbentuk pada percobaan laboratorium. Penderita AIDS dan penderita tumor ganas atau mereka yang mendapatkan pengobatan yang menekan sistem kekebalan tubuh dapat rentan terhadap infeksi cacing ini.
Cara-cara pemberantasan
1.     Tindakan pencegahan
ü  Buanglah tinja di jamban yang saniter.
ü  Lakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Gunakan alas kaki di daerah endemis.
ü  Sebelum memberikan terapi imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa orang tersebut tidak menderita strongyloidiasis.
ü  Periksa semua najing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia, obati binatang yang terinfeksi cacing ini.
2.      Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
ü  Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: Penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 5 (lihat tentang laporan penyakit menular).
ü  Isolasi: Tidak ada.
ü  Tindakan disinfeksi: Membuang feces secara saniter.
ü  Karantina: Tidak ada.
ü  Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Terhadap anggota keluarga penderita dan penghuni asrama dimana ada penderita dilakukan pemeriksaan Kalau-kalau ada yang terinfeksi.
ü  Pengobatan spesifik: Karena adanya potensi untuk autoinfeksi dan penularan kepada orang lain, semua penderita tanpa melihat jumlah cacing yang dikandungnya harus dilakukan pengobatan dengan ivermectin (Mectizan®), Thiabendazole (Mintezol®) atau albendazole (Zentel®). Perlu diberikan pengobatan ulang.
Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya larva pada daerah perianal yang diperiksa dengan metoda graham scoth.


Diagnosa lain
Dibuat dengan menemukan larva cacing pada spesimen tinja segar atau dengan metode pelat agar, pada aspirat duodenum atau kadang-kadang larva ditemukan pada sputum. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa lin. Tinja yang disimpan dalam suhu kamar 24 jam atau lebih, ditemukan parasit yang berkembang dalam berbagai stadium, larva stadium rhabditiform (non infeksius), larva filaform (infektif). Larva filaform ini harus dibedakan dengan larva cacing tambang dan dengan cacing dewasa. Diagnosa dapat juga ditegakkan  dengan pemeriksaan serologis seperti EIA, dengan menggunakan antigen berbagai stadium, biasanya memberikan hasil positif sekitar 80%-85%.
Perawatan
            Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan cacing dengan obat anti cacing seperti ivermectin. Dalam beberapa kasus, misalnya di dalam orang-orang yang akan mengambil obat imunosupresif, orang-orang tanpa gejala yang diobatin


DAFTAR PUSTAKA

Gandasuda, Srisasi 2006. Parasit Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F.Ganong,William.2003.Medical Physiologi.Medical publishing division
Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders

Tidak ada komentar:

Posting Komentar